Nasib Pedagang Ayam: Jual Murah Rugi, Mahal Tak Dibeli

Jakarta - Pedagang daging ayam di Pasar Induk Kramat Jati mengaku kesulitan menjual daging ayam, yang saat ini harganya mencapai Rp 45.000/ekor. Meski demikian, para pedagang tak kuasa menurunkan harga lantaran harga ayam dari pemasok juga masih tinggi.

Menurut Ketua Pusat Informasi dan Pasar Unggas Nasional, Hartono, tingginya harga ayam dari pemasok ini disebabkan harga jagung yang digunakan untuk pakan ternak ayam mengalami kenaikan, yang sebelumnya Rp 3.000/kg menjadi Rp 5.800-Rp 6.000/kg.

"Harga mahal karena harga jagung yg biasanya Rp 3.000/kg naik menjadi Rp 5.800-Rp 6.000/kg dan langka dan kualitasnya kurang bagus," kata Hartono.

Hartono menambahkan, mahalnya harga jagung juga dikarenakan adanya kebijakan larangan impor jagung dari Kementerian Pertanian. Selain itu waktu panen yang lama (4 bulan) disertai dengan kualitas panen yang buruk membuat pasokan jagung minim dan harga melonjak.

"Ya jagung langka karena ada larangan impor dari Kementerian Pertanian, sekarang jagung belum panen, dan kualitas panen jelek. Karena cari jagung susah, sekarang ayam makannya ya campuran terigu, kedelai, kelapa, yang penting ayamnya tetap sehat tetap makan," ujar Hartono.

Di sisi lain, kondisi ini bak buah simalakama bagi kalangan pedagang. Harga yang tinggi tidak diimbangi dengan daya beli masyarakat yang baik mengingat Indonesia belum pulih dari perlambatan ekonomi yang terjadi.

Akibtnya tak sedikit pedagang yang mengaku harus harus menjual ayam dengan harga Rp 40.000/ekor, dengan kata lain mereka harus menanggung rugi lantaran barang yang ddijualnya lebih murah dari seharusnya.

"Harga dari sebelum natal Rp 45.000 masih bertahan sampai sekarang. Tapi, kalau kondisi begini kadang nombok, kadang nggak dapat untung, kalau ayam kan nggak disimpan, pembeli maunya beli yang fresh jadi terpaksa jual rugi. Rp 40.000 per ekor biar barang habis saja," kata Joko, pedagang ayam di Pasar Kramat Jati.

Komentar

Postingan Populer