Renegosiasi Skema Pungutan Pajak Antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia Belum Mencapai Titik Temu
Sumber fakta.co.id
Kementerian Keuangan menginginkan pengenaan skema fiskal secara dinamis mengikuti undang-undang yang berlaku, atau prevailing. Sebaliknya, Freeport mendesak kepastian hukum dengan sistem pajak tetap hingga kontrak berakhir (nail down).
Kementerian Keuangan mengatakan, jika pemerintah memaksakan skema prevailing kepada Freeport, perusahaan asal Amerika Serikat tersebut berpotensi berhenti membayar pajak saat peraturan pajak berubah.
“Makanya harus dicari titik kesepakatan seperti apa. Belum ada putusan apakah prevailing dengan pajak penghasilan badan 25 persen atau tetap 35 persen,” katanya kepada Tempo, kemarin.
Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan formulasi fiskal yang berlaku nantinya harus mendongkrak penerimaan negara sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
“Kalau Freeport mau prevailing tapi di-nail down, persoalannya apakah undang-undang memungkinkan. Kalau memungkinkan, undang-undang mana yang saya pakai. Prevailing itu selama sudah lebih besar, sudah memenuhi Undang-Undang Minerba tadi,” kata Sri.
Renegosiasi yang berlangsung sejak Mei lalu berisi empat poin pembahasan, yakni kelanjutan operasi setelah kontrak karya (KK) berakhir, kewajiban pelepasan saham, kewajiban pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), serta stabilitas investasi jangka panjang.
Saat rezim kontrak karya selesai, operasi Freeport diwajibkan beralih menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Perusahaan dengan status IUPK harus bersedia membayar pajak dan royalti sesuai dengan peraturan yang berlaku saat itu.
Dengan status IUPK, Freeport bakal dikenakan tarif bea keluar yang berlapis sesuai dengan kemajuan pembangunan smelter. Besarnya sekitar 0-7,5 persen.
Juru bicara Freeport, Riza Pratama, ingin skema fiskal dipastikan sejak awal sebagai jaminan stabilitas investasi jangka panjang. “Kami enggak apa bayar tinggi, tapi jumlahnya tetap,” kata Riza.
Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Teguh Pamudji mengatakan kepastian investasi dalam renegosiasi cukup dituangkan dalam peraturan pemerintah. Menurut dia, jaminan tersebut tak dikenal dalam hukum di Indonesia.
Usul ini dirapatkan dalam rapat pimpinan Kementerian Energi, kemarin sore. Peraturan turunan lainnya akan dituangkan dalam peraturan setingkat peraturan menteri. “Kami sudah menerima dari Kementerian Keuangan tentang konsep mengenai peraturan pemerintah itu sendiri dan sedang kami pelajari,” kata Teguh.
Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo mengatakan sistem prevailing sebenarnya menguntungkan Freeport meskipun ongkos pajak akan tak pasti selama 20 tahun mendatang.
“Padahal tren tarif pajak cenderung turun sehingga jika ukurannya beban pajak, Freeport akan untung,” kata Yustinus.
Kendati demikian, agar negosiasi tak terus-menerus buntu, Yustinus menyarankan pemerintah menyiapkan prasyarat khusus pada skema pajak tetap.
“Alternatif solusinya bisa diberikan nail down sesuai dengan klausul KK, tapi ada pasal yang memberi hak pemerintah melakukan negosiasi jika dalam perjalanan ada yang berpotensi merugikan negara. Misalnya perubahan perekonomian global,” kata Prastowo.
Komentar
Posting Komentar