Lihat Nih Tiongkok, Prestasi Bola Biasa tapi Beli Pemain Eropa
Jawapos.com- Tiongkok bukanlah negara adidaya di sepak bola. Lihat saja dalam ranking FIFA. Negeri pimpinan Xi Jinping itu menghuni peringkat ke-82. Masih kalah dibanding seteru Asia Timur seperti Korea Selatan (51), maupun Jepang (953).
Namun, di setiap pembukaan transfer window, terutama bursa musim dingin, liga Tiongkok selalu menjadi buah bibir masyarakat internasional.
Hal ini setelah tiga klub kasta tertinggi Tiongkok, Chinese Super League (CSL), berhasil merekrut bintang sepak bola Eropa.
Klub peringkat kesembilan musim lalu, Jiangsu Suning, resmi menggaet gelandang Chelsea Ramires dengan banderol GBP 19,6 juta (sekitar Rp 386,80 miliar).
Kemudian winger Roma Gervinho merapat ke tim promosi Hebei China Fortune dengan banderol GBP 12,6 juta (Rp 248,66 miliar). Sementara GBP 9,1 juta (Rp 179,59 miliar) adalah harga yang harus ditebus untuk mendatangkan Fredy Guarin dari Inter Milan.
Selain itu, kegiatan transfer yag dilakukan oleh klub-klub Chinese Super League menjadikan mereka sebagai yang tersibuk di musim dingin.
Goal melansir, hingga 27 Januari kemarin, Chinese Super League sudah menggelontorkan uang sebesar EUR 136,25 juta (Rp 2,05 triliun) untuk membeli pemain. Jumlah EUR 20 juta (Rp 300,20 miliar) itu lebih banyak daripada Premier League sepanjang bursa musim dingin ini.
Apabila melihat masifnya transfer yang dilakukan Tiongkok, tentu bisa dimengerti. Sebab, musim baru Tiongkok baru dimulai pada awal Maret. Sehingga bisa dibilang bahwa bursa transfer musim dingin adalah ajang untuk mencari pemain kualitas jempolan demi memperoleh status juara.
Namun, yang tentu menjadi pertanyaan; mengapa Ramires, Gervinho, maupun Guarin mau meninggalkan Eropa dan berkelana di Tiongkok? Mereka masih berada pada usia produktif di sepak bola. Ramires dan Gervinho masih berumur 28 tahun, sedangkan Guarin setahun lebih tua.
Jadi, bisa dibilang mereka masih bisa berkompetisi pada level tertinggi Benua Biru. Namun, ketiganya memilih bermain di Tiongkok karena satu hal; uang.
Mantan gelandang Corinthians Renato Augusto mengungkapkan, uang menjadi alasan kepindahannya menuju Beijing Guoan musim ini.
Sejatinya, playmaker 27 tahun itu banyak mendapat penawaran dari klub Bundesliga Jerman. Apalagi, dia pernah menjadi pilar inti Bayer Leverkusen pada 2008-2012.
”Penawaran dari Bundesliga memang tiga kali lebih baik daripada yang aku terima selama di Corinthians. Namun, datang permintaan dari Beijing yang tidak bisa aku tolak,” ujar Renato sebagaimana dilansir South China Morning Post.
Kabarnya, Guoan menawar EUR 8 juta (sekitar Rp 120,08 miliar) kepada Corinthians, dengan Globoesporte melaporkan Renato bakal menerima gaji sebesar EUR 135 ribu (Rp 2,03 miliar) per pekan.
Gaji menggiurkan menjadi magnet seniman sepak bola dunia untuk bermain di Negeri Panda tersebut.
Striker veteran timnas Ghana, Asamoah Gyan, mendapat gaji GBP 247 ribu (Rp 4,87 miliar) perpekan ketika memperkuat runner-up musim lalu, Shanghai SIPG.
Adapun gelandang Argentina Dario Conca pernah mendapat status sebagai pemain dengan gaji termahal dunia 2012 lalu ketika mendapat EUR 10,6 juta (Rp 159,10 miliar) per tahun kala memperkuat Guangzhou Evergrande.
Mengalahkan duo megabintang sejagat, Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo. Marca melansir, Messi menerima EUR 10,5 juta (Rp 157,60 miliar) dari Barcelona, sedangkan Ronaldo EUR 10 juta (Rp 150,09 miliar) dari Real Madrid.
Agen dunia asal Australia, Tony Rallis, menyebut bahwa perkembangan industri sepak bola di Tiongkok saat ini sudah begitu pesat sejak 2010.
”Jika apa yang aku dengar ini benar, Tiongkok sedang mempersiapkan diri untuk menjadi kekuatan dominan dunia nantinya. Mereka saat ini sudah begitu dekat dengan puncak,” ujar Rallis kepada South China Morning Post.
Selain uang, faktor lain yang membuat banyaknya bintang sepak bola yang bermain disana adalah keberadaan bintang atau pelatih bintang yang lebih dahulu bermukim.
Misalnya saja kampiun Evergrande yang selain diarsiteki oleh Luis Felipe Scolari, diperkuat oleh eks gelandang Tottenham Hotspur Paulinho. Atau Sven-Goran Eriksson yang membesut SIPG dengan Gyan, Conca, serta Elkeson sebagai motor utamanya.
”Sepak bola menjadi begitu besar di sini. Ini menjadi ambisi besar dari Chinese Super League,” tutur Eriksson kepada BBC.
Walau begitu, ada juga pemain yang akhirnya mental dan tidak jadi berlabuh ke Tiongkok. Sebut saja Luiz Adriano yang memilih kembali ke AC Milan setelah tidak mencapai kata sepakat dengan Suning.
”Aku memilih mundur karena mereka tidak memberi angka pasti pada kontrakku. Itu bukanlah caraku dalam bekerja,” tutur Adriano sebagaimana dilansir Calciomercato.
Komentar
Posting Komentar